counceling

konseling karir

Posted on: Juni 30, 2009

PARA KLIEN YANG MEMILIKI KEBUTUHAN KHUSUS
Berdasarkan pembahasan sampai pada bab ini, dapat dengan mudah disimpulkan bahwa para konselor karir membutuhkan pendekatan-pendekatan yang tidak terbatas untuk memberikan bantuan dalam proses pengembangan karir. Meskipun masalah tersebut bukan merupakan bahasan, bab ini akan sedikit menghilangkannya. Salah satu aspek konseling karir hanya merupakan penerapan tehnik-tehnik konseling yang penting. Aspek konseling karir lainnya berkenaan dengan sensitifitas budaya dan kemampuan untuk memastikan nilai-nilai dan pandangan orang yang berbeda dengan anda. Pengetahuan khusus mengenai keunikan kebutuhan mereka juga dibutuhkan. Poin terakhir ini jelas bukan apa-apa daripada ketika menangani klien yang cacat. Para klien yang cacat, bersama dengan para pekerja yang terlantar, klien wanita, gay, lesbian, dan biseksual, sebagaimana kelompok khusus lainnya, akan dibahas pada bab ini. Anda tidak akan menjadi seorang ahli konselor karir setelah memabaca bab ini. Jika anda ingin menjadi konselor karir yang sukses, anda harus lebih banyak belajar dan praktek. Semoga, bab ini akan memacu keinginan anda terhadap belajar dan praktek.
Tujuan bab ini adalah untuk menimbang beberapa kelompok yang beberapa keadaan atau kondisi mereka membutuhkan penyesuaian proses pengembangan karir untuk mereka, termasuk konseling karir. Pada buku ini, pengembangan karir dianggap unik, proses yang berbeda untuk setiap orang, dan hasil dari seluruh sifat dan karakteristik personal individu yang berinteraksi degan lingkungan, waktu, dan orang lain yang membentuk dunia orang tersebut. Namun, di dalam keunikan tersebut terdapat kesaman tertentu yang secara umum sama dengan orang lain, dan kesamaan tersebut memberikan dasar bagi aktivitas-aktivitas kelompok yang digunakan untuk mendidik dan mensosialisasikan orang tersebut. Idealnya, kesamaan ini didukung dengan pengalaman-pengalaman pribadi yang membantu orang untuk memaksimalkan seluruh perkembangan mereka.
Berbagai tipe klasifikasi dapat digunakan untuk mengidentifikasi kelompok-kelompok representatif yang menghadapi sedikit keadaan yang berbeda dalam pengalaman-pengalaman perkembangan karir. Bab ini menimbang delapan kelompok dari kelompok ini, bukan karena kedelapan kelompok ini seluruhnya inklusif, tetapi mereka lebih dipilih karena mereka mewakili kelompok dimana informasi karir dan konseling dapat dihubungkan secara khusus. Daftar berikut ini menggambarkan kelompok yang dipertimbangkan:
1. Orang –orang yang memiliki kondisi cacat, termasuk mereka yang menderita cacat fisik atau jiwa.
2. Wanita di angkatan kerja
3. Pekerja yang dipecat.
4. Pekerja yang miskin secara ekonomi
5. Budaya dan etnis minoritas.
6. Tertunda masuk angkatan kerja, termasuk para pensiunan yang kembali bekerja, pindah menjadi personel militer dari angkatan kerja sipil dan mantan narapidana.
7. Orang paruh baya yang berganti pekerjaan, termasuk orang-orang yang dipensiunkan yang kembali bekerja, personel militer yang berasal dari tenaga kerja sipil dan mantan narapidana. Termasuk orang yang berganti pekerjaan sebagai akibat reevaluasi dan orang-orang yang dipaksa untuk mencari pekerjaan baru akibat dipecat, diberhentikan, atau dipaksa berhenti.
8. Para pekerja lain, termasuk orang yang lebih suka bekerja daripada berhenti, bekerja untuk kepuasaan, dan orang yang tetap bekerja setelah masa pensiun karena mereka kuatir dengan kondisi ekonomi mereka.
Tujuan kedua bab ini adalah untuk membangkitkan kepedulian pembaca terhadap karakteristik-karakteristik berbeda yang mempengaruhi proses pengembangan karir. Beberapa karakteristik ini, seperti batasan fisik, mungkin cukup jelas. Karakteristik-karakteristik lainnya, seperti ketidakmampuan untuk belajar dan nilai-nilai kultural, mungkin samar. Meskipun sebagian kecil konselor karir yang terlatih dan spesialis pengembangan karir akan menganggap semua klien sama, mereka mungkin mengabaikan beberapa detail yang tidak kentara yang menentukan kesuksesan atau kegagalan. Karena tidak mungkin memberikan deskripsi yang jelas mengenai kelompok-kelompok yang dibahas pada sesi ini, bacaan tambahan disarankan pada setiap diskusi. Buku-buku dan artikel-artikel ini telah tersedia bagi para profesional dan harus diakses untuk memperluas informasi dasar yang tersedia disini.

Individu-Individu Cacat
Istilah cacat sering disalahpahami dan salah digunakan. Mackelprang dan Salsgiver (1999) mengindikasikan bahwa orang yang menderita cacat sering dicap sebagai sakit atau orang yang menyimpang, yang keduanya merendahkan. Chartbook on Disability in the United States (Kraus & Stoddard, 1989) menyarankan dipakainya definisi organisasi kesehatan dunia (WHO), “ kecacatan adalah setiap batasan atau kekurangan (sebagai akibat dari terjadinya pelemahan) kemampuan untuk melakukan aktivitas dalam hal atau dalam jarak yang dianggap normal bagi manusia, “ definisi ini akan digunakan dalam pembahasan sekarang. Klasifikasi-klasifikasi umum mengenai orang cacat adalah
Mobilitas
Pendengaran
Penglihatan
Perkembangan (contoh terbelakang mental, autis, epilepsi, sindrome menurun)
Penyakit serangan jantung
Psikiatri
Kognitif (contoh ketidakmampuan belajar, ppenyakit menurunnya perhatian)

Menurus Survey Populasi Terbaru tahun 2001 (CPS, 2001) sekitar 10.5 persen dari seluruh populasi, atau kira-kira 17 juta orang, di Amerika Serikat pada umur 16-64 tahun menderita cacat. Diantara orang cacat ini, 11,6 juta berada pada kecacatan yang parah. Orang dikategorikan menderita cacat parah jika dia memiliki kondisi fisik atau mental parah dalam waktu lama yang membuat orang tersebut tidak bisa bekerja selama seminggu ketika mereka disurvei; tidak mampu bekerja selama satu tahun sebelum mereka disurvey; memiliki pelemahan, seperti penglihatan, pendengaran, atau berjalan; lemah secara sosial; atau kondisi sehat yang membatasi kemampuan mereka bekerja. Survey CPS juga melaporkan proporsi orang dalam bursa kerja. Gambarannya orang yang tidak cacat, cacat sedang, dan cacat parah kira-kira adalah 85 persen, 81 persen, dan 29.5 persen. Para pekerja yang cacat terutama mereka yang menderita cacat parah, dipusatkan dalam pekerjaan pelayanan dan mendapat gaji jauh lebih sedikit dibandingkan rekan mereka yang bukan orang cacat secara keseluruhan. Orang yang cacat mungkin jarang ditemui konselor rehabilitasi tetapi sebagian besar konselor mungkin akan menghadapi dengan orang yang memiliki berbagai tipe kecacatan.
Rehabilitasi adalah proses dimana orang cacat dipersiapkan untuk kerja dan hidup pada umumnya. Istilah rehabilitasi semakin meluas dalam konsepnya untuk digunakan dalam penanganan berbagai masalah-masalah orang cacat, termasuk cacat fisik, sakit jiwa, keterbelakangan mental, pecandu alkohol, kecanduan narkoba, dan kejahatan. Secara khusus, rehabilitasi bisa menunjukkan pada pelayanan khusus, seperti pendidikan, pekerjaan fisik, penyesuaian psikologis, adaptasi sosial, kemampuan kejuruan, atau aktivitas-aktivits menyenangkan.
Rehabilitasi kejuruan secara tradisional menunjukkan pada proses mengembalikan pekerja cacat pada keadaan dia dapat dipekerjakan kembali. Meskipun begitu, konsep ini menyempit setidak-tidaknya pada dua cara umum. Pertama, hal ini berarti seseorang harus mendapatkan keahlian yang bisa dijual sebelum memenuhi syarat untuk bisa menperoleh bantuan; kedua, ide bisa dipekerjakan sebagai sebuah produk jasa mungkin cukup untuk membantu mereka yang mungkin tidak pasti atau tidak mungkin dapat bekerja. Untungnya, telah ada beberapa gerakan terhadap pengurangan kedua batasan ini, sehingga orang yang memiliki kecacatan tetapi belum pernah bekerja mungkin memiliki kualifikasi dan bahkan mungkin mereka yang dimana bantuan memberikan kepercayaan diri dan kepuasan diri lebih besar tanpa memberikan janji kejelasan pekerjaan bisa dimasukkan. Imbalan yang lebih baik saat ini telah diberikan terhadap pengaruh cacat dalam kehidupan keluarga sebagaimana pengaruhnya pada individu. Hal ini telah memberikan lebih banyak penekanan terhadap kebutuhan untuk kebebasan, kehormatan diri, dan integrasi dalam masyarakat secara keseluruhan daripada pemisahan dan isolasi terhadapnya.
Undang-undang publik 93-112, undang-undang rehabilitasi tahun 1973; Undang-Undang Publik 94-142, undang-Undang Pendidikan bagi Seluruh Anak Cacat tahun 1975; Undang-Undang Publik 95-602, Amendemen, Rehabilitasi, Pelayanan Menyeluruh, dan Perkembangan Orang Cacat tahun 1978; Undang-Undang Publik 101-476, Individu-Individu Yang Menderita Cacat sebagaimana telah diamandemen pada tahun 1997 dan 2004; Undang-Undang Publik 101-336, Undang-Undang Orang Amerika yang Menderita Cacat tahun 1990 telah mendorong dan memperluas undang-undang yang ada untuk memperbesar kepedulian publik sebagaimana program-program bantuan yang sesuai bagi individu cacat. Salah satu hasilnya terdapat peningkatan jumlah materi-materi bantuan dalam literatur profesional.
Layanan rehabilitasi diberikan oleh sejumlah profesi– konseling, kedokteran, keperawatan, psikologis, pekerjaan sosial, dan lainnya. Layanan-layanan konseling karir paling sering diberikan oleh konselor rehabilitasi, yang persiapan konselingnya juga memasukkan aspek medis dan sosial terhadap berbagai macam kecacatan dan hubungan mereka dengan pekerjaan. Saat ini terdapat sekitar 175,000 konselor pendidikan dan kejuruan di Amerika Serikat termasuk versi terbaru Occupational Outlook Handbook. Konselor rehabilitasi menjadi bagian penting dalam kelompok ini. Sebagai tambahan pada petugas rehabilitasi kejuruan negara bagian, mereka dipekerjakan di sejumlah agensi-agensi nasional, negara bagian, dan agensi sosial umum dan milik pribadi. Diantara organisasi-organisasi terkenal yang terlibat dalam rehabilitasi kejuruan adalah Goodwill Industries, layanan kejuruan yahudi, dan Departemen Urusan Veteran. Sekolah-sekolah umum memiliki peran penting, terutama bagi anak usia sekolah. Sekolah-sekolah setelah sekolah menengah pertama juga terlibat dalam memberikan tak hanya layanan pendidikan tetapi juga tipe program-program lainnya.
Sebagaimana program federal dan negara bagian, program rehabilitasi kejuruan umum terdapat di setiap negara bagian dan dioperasikan oleh pegawai negara bagian dibawah kebijakan negara bagian dalam pedoman dan ketetapan umum yang ditetapkan oleh agensi federal. Dana untuk layanan negara bagian disediakan pada dasar bersama atau kesesuaian, dengan formula 4 banding 1 dana federal terhadap dana negara bagian. Dengan kata lain, dalam batasan yang ditetapkan oleh pengesahan kongres, bagi setiap $20 yang diberikan oleh dana negara bagian, pemerintah federal membandingi $80. Negara bagian harus menyediakan dana ini terlebih dahulu, kemudian uang federal dialokasikan. Disamping formula kesesuaian yang banyak sekali, banyak negara-negara bagian tidak memiliki cukup uang untuk mengklaim seluruh dana federal yang mereka miliki. Dalam keadaan ini, dana-dana yang tidak diklaim direalokasikan ke negara-negara bagian lain yang bersedia memberikan tambahan uang. Akibat yang tampak adalah berbagai macam variasi dalam kualitas dan cakupan layanan rehabilitasi umum dari satu negara bagian ke negara bagian lainnya. Biaya sangat bervariasi dari satu kasus rehabilitasi ke kasus lainnya, dengan sejumlah kecil kasus yang membutuhkan sedikit dana untuk memecahkan masalah dan kasus-kasus lain yang membutuhkan dana dan waktu yang tidak sedikit. Secara umum, data dari laporan federal tahunan menunjukkan bahwa usia rat-rata orang yang rehabilitasi berada di bawah 40, dan bahwa dalam 3 tahun rata-rata klien membayar pajak penghasilan federal sebanyak biaya layanan rehabilitasi. Jadi, kasus yang besar sekali dapat berhasil dengan dukungan layanan rehabilitasi terhadap hubungan ekonomi itu sendiri.

Konseling Karir bagi Orang-Orang Cacat
Thomas dan Berven (1984) menggambarkan proses konseling karir bagi klien cacat. Mereka menawarkan penilian yang berurutan, eksplorasi kerja dan pilihan, pelatihan kejuruan, penempatan, dan tindak lanjut. Kehadiran orang cacat bisa membutuhkan penyesuaian pada beberapa langkahnya.
Tujuan penilaian adalah untuk membantu individu (dan konselor) memahami klien sebaik mungkin. Sebagaimana pada klien lain, tes-tes dan tehnik-tehnik digunakan untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan yang belum ada. Sebagaimana dengan klien lain, konselor juga harus menentukan kesesuaian tes bagi klien khusus dan menilai kemungkinan bahwa informasi yang dibutuhkan dapat diperoleh dari hasilnya. Guidubaldi, Perry, dan Walker (1989) menekankan pentingnya prosedur penilaian yang sesuai dengan siswa yang cacat. Zunker (1986) menggambarkan sejumlah alat penilaian yang sesuai bagai banyak klien yang cacat, beberapa indikator menyarankan bahwa tehnik-tehnik bukan tes bisa lebih berguna bagi klien cacat; contohnya, kecacatan mungkin telah mengisolir klien dari pengalaman-pengalaman yang umum pada kelompok usianya, atau pengaruh kecacatan pada kemampuan fisik dan mental klien mungkin pengukuran psikometrik tidak sesuai atau menghasilkan hasil yang tidak tepat. Pengunaan prosedur-prosedur interview dengan klien atau dokter dan terapis bisa memberikan evaluasi lebih baik mengenai kondisi cacat dan efeknya terhadap klien. Contoh-contoh kerja dan percobaan pekerjaan mungkin akan lebih signifikan daripada kondisi nyata dalam mengevaluasi seseorang. Bukti mengenai apa yang klien bisa lakukan, seperti faktor kekuatan dan bakat, terkadang lebih penting daripada identifikasi akurat mengenai apa yang tidak bisa dia lakukan.
Proses eksplorasi pekerjaan sama dengan apa yang diikuti klien yang tidak cacat kesuali bahwa penekanan lebih besar ditujukan pada pengidentifikAsian pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan fisik dan mental klien. O*Net, akan dijelaskan kemudian di buku ini, berjanji akan menjadi alat yang berguna untuk membantu klien menghubungkan kemampuan dan bakat mereka terhadap pekerjaan tertentu. Beberapa sistem petunjuk karir berbasis konmputer (contohnya, sistem informasi petunjuk, dibahas kemudian) memasukkan evaluasi tuntutan fisik dan kondisi lingkungan pekerjaan. Kunjungan-kunjungan ke tempat-tempat kerja dan pengalaman-pengalaman percobaan nyata memiliki arti penting khusus karena hal-hal tersebut melibatkan klien dan konselor berhadapan dengan realita daripada perkiraan. Pada masa lalu, para pekerja yang cacat sering dibatasi pada bagian kecil dari dunia kerja karena sikap publik dan citra diri mereka sendiri. Meskipun begitu, jajaran pekerjaan yang sesuai bagi para pekerja cacat seharusnya hampir seluas dunia kerja.
Ketika memilih diantara pilihan-pilihan pelatihan yang tersedia, kemungkinan untuk dijangkau menjadi pertimbangan utama. Kebanyakan institusi pendidikan telah memodifikasi fasilitas-fasilitas mereka untuk memberikan akses siswa dengan keterbatasan fisik sebagai rspon dari undang-undang orang Amerika yang cacat. Para siswa dengan atau tanpa cacat di sekolah menengah atas memiliki kesempatan yang meningkat untuk pelatihan karir di program tech-pep(persiapan tehnologi), yang merupakan usaha terkoordinasi antara sekolah menengah atas dengan perguruan tinggi setempat untuk mendorong para siswa memilih karir-karir tehnik ketika masih di Sekolah Menengah Atas, memulai persiapan mereka dari level tersebut, dan menyelesaikan pelatihan setelah lulus sekolah meneganh atas. Jumlah siswa cacat dan mengikuti program pelatihan tehnik-kejuruan di perguruan tinggi setempat meningkat dari 6 persen dari seluruh pendaftar pada tahun 1990-1991 sampai 8 persen pada tahun 1993-1994, menurut survei yang dilakukn oleh Kantor Akutansi Umum Amerika Serikat (GAO, 1995). Mungkin tanda yang lebih membanggakan adalah berdasarkan survei yang sama menunjukkan bahwa perguruan tinggi setempat semakin meningkatkan tawaran layanan-layanan pendukung bagi para siswa cacat,. GAO menemukan bahwa 98 persen perguruan tinggi setempat yang mereka survey menawarkan remidi pada keahlian dasar, 82 persen menyediakan penerjemah bagi siswa yang menderita kerusakan pendengaran, dan 84 persen menyediakan seorang pembaca bagi siswa yang menderita kerusakan penglihatan. Meskipun tidak ada survey serupa yang diketemukan bagi kampus-kampus empat tahun, tampaknya bahwa proporsi instistusi-institusi tersebut yang memberikan layanan-layanan pendukung bagi siswa yang menderita kerusakan sama atau melebihi presentase perguruan tinggi setempat.
Banyak literatur mengenai pengembangan karir siswa yang tertantang secara fisik atau mental fokus pada pengadaptAsian praktek-praktek yang ada untuk memenuhi kebutuhan khusus mereka. Sebagai contoh, Skinner dan Schenck (1992) menekankan pentingnya membantu siswa dengan ketidakmampuan belajar (LD) menunjukkan kampus-kampus yang menawarkan layanan-layanan khusus dan membantu mereka mengembangkan keahlian belajar imbangan untuk membantu mereka berhasil. Stern dan Dubois (1994) menggunakan keahlian 286 orang cacat untuk membuat rekomendasi bagi siswa yang menderita kerusakan penglihatan, pendengaran, dan mobilitas yang tertarik pada karir dalam ilmu pengetahuan. Mereka memfokuskan pada penggunaan tehnologi yang membantu, kebutuhan komunikasi, dan jaringan ke anggota fakultas sebagai kunsi kesuksesan. Akhirnya, Mather (1994) mengingatkan para praktisi untuk tidak membiarkan klien mereka yang menderita kerusakan penglihatan untuk terlalu bergantung dengan tehnologi.
Layanan-layanan penempatan bagi para pekerja cacat, akan dibahas lebih mendetail pada bab berikutnya, melibatkan lebih banyak kekompleksan daripada bagi para pekerja yang tidak cacat. Kerumitan tambahan timbul dari sikap para pengusaha dan rekan kerja, sebagaimana kerumitan pada diri klien. Tehnik-tehnik perkumpulan kerja sesuai, juga akan dijelaskan kemudian. Ketika kecacatan menjadi parah, modifikasi pekerjaan mungkin diperlukan untuk memungkinkan partisipasi pekerjaan total.
Aktifitas-aktifitas lanjutan bagi para pekerja cacat baru memberikan sebuah layanan serupa dengan yang dilakukan oleh koordinator pengalaman kerja. Fungsi utama aktifitas-aktifitas itu adalah untuk memfasilitasi penyesuaian yang memuaskan antara pekerja dan tempat kerja. Ketika diidentifikasi lebih awal dan diselesaikan lebih cepat, masalah-masalah cenderung tidak begitu parah dan mengganggu. Terkadang penyesuaian sedikit pada tempat kerja adalah yang dibutuhkan untuk memastikan bahwa pekerja bisa seproduktif pekerja yang tidak cacat.
Kosciulek (2003) menyarankan bahwa konselor karir yang efektif dapat memberikan kekuatan klien mereka yang menderita cacat dengan membantu memasukan pada angkatan kerja yang lebih luas dan pada masyarakat. Dia menggunakan istilah seperti dinamik, kreatif, dan mandiri untuk menggambarkan proses konseling karir, istilah-istilah yang tidak sama dengan yang digunakan untuk menggambarkan konseling karir pada umumnya, para konselor karir yang menangani klien cacat mungkin akan menemukan bahwa klien tersebut memiliki pengalaman terbatas untuk bisa membuat pengambilan keputusan yang buruk karena mereka sedikit sekali memilliki kesempatan untuk membuat keputusan bagi mereka sendiri, dan rendahnya percaya diri. Pada daftar ini saya akan menambahkan bahwa para klien yang cacat telah ditampakkan sedikit sekali model-model panutan, yang membatasi prespektif mereka terhadap potensi mereka. Informasi-informasi dan pengalaman-pengalaman yang sesuai, seperti penilaian berbasis kerja, masa latihan, bayangan pekerjaan, dan tempat kerja yang terlindung, bisa berbuad banyak untuk mengimbangi beberapa kerugian pengalaman. Meskipun begitu , sebagaiman dicatat pada bab 4, para individu yang memberikan konseling karir harus memiliki sebagaian besar pengetahuan khusus mengenai hak-hak dan kesempatan-kesempatan mereka. Mereka harus pula dipersiapkan untuk melakukan advokasi untuk klien mereka ketika terjadi diskriminasi. Diskriminasi, pada semua aspek kehidupan, dilarang: terutama Undang-Undang Orang Amerika yang Cacat 1990 dan 1992 dan Amendemen Undang-Undang Rehabilitasi 1992 melarang diskriminasi dan mengharuskan pengusaha membuat akomodasi yang sesuai bagi pekerja cacat. Pengetahuan khusus dalam mendesain akomodasi, pelayanan kesehatan bagi orang-orang cacat, dan penggunaan alat-alat prostetik sebagai alat untuk mengatasi kecacatan akan memabantu konselor karir untuk melayani para klien yang cacat lebih efektif. Pengetahuan mengenai peraturan, seperti Program tiket untuk kerja yang dibuat jaringan pekerjaan (ENs), akan sangat membantu. Dibawah program ini, Administrasi Jaminan Sosial (SSA) memberikan tiket ahli waris Jaminan Sosial orang cacat bahwa mereka boleh menggunakannya untuk mengamankan pekerjaan dari jaringan ini. Program ini didesain untuk memfasilitasi pergerakan orang cacat ke pekerjaan tanpa takut kehilangan asuransi kesehatan mereka yang didanai oleh pemerintah federal. Ahli waris Jaminan Sosian yang ingin bekerja membuat permohonan ke SSA, diberi tikey jika dijualifikasi SSA, dan diberikan dengan nomor telepon yang membuat mereka bisa mengidentifikasi Ens di bidang mereka. Informasi lainnya dapat ditemukan di http://www.tickettowork.com/program_info.

Konseling Karir bagi Individu-Individu yang Menderita Sakit Ingatan
Banyak klien sakit ingatan harus menderita karena stigma yang dihubungkan dengan ras, etnis, atau orientasi seksual mereka. Hal ini sama sekali tidak boleh lebih benar daripada bagi orang yang memiliki kesehatan mentat kronis. Caporoso dan Kiselica (2004) menunjukkan bahwa orang sakit ingatan mewakili kelompok terbesar kedua klien yang menderita cacat. Dan angka pengangguran kelompok dalam kelompok ini kira-kira 85 persen, para peneliti tersebut menyarankan bahwa konselor karir tidak memisahkan sakit ingatan klien dari permasalahan karirnya. Tetapi, mereka menyarankan bahwa titik awal harus ditujukan untuk menimbang bagaimana kehidupan personal dan interaksi karir klien tersebut.
Orang dengan permasalahan kesehatan mental kemungkinan besar mengalami kegagalan ganda dan status pekerjaan lebih rendah dibandingkan apa yang mereka telah capai tanpa adanya sekit. C adalah sebuah contoh, dia adalah finalis jasa nasional, lulus kuliah dengan nilai tertinggi, dan kemudian menjadi bipolar. Stres terpendam yang mengawali mania atau, lebih khususnya, depresi yang diikuti oleh mania, telah terjadi dalam periode yang lama ketika dia tidak bisa bekerja dan kebutuhan untuk pekerjaan yang lebih rendah dan lebih sedikit tekanannya. Proses konseling karir yang digambarkan oleh Caporoso dan Kiselica (2004) sama dengan proses konseling karir yang dibahas dalam buku ini. Tugas pertama adalah menentukan minat, kemampuan, dan nilai-nilai klien. Jika klien memiliki pengalaman kerja terbatas, bagian penilaian ini mungkin dilakukan di setting pekerjaan menggunakan penempatan jangka pendek. Setelah tipe dan level pekerjaan ditentukan, tempat kerja harus diamankan dan kemudian konselor bsa menjadi advokat bagi klien. Para pengusaha harus diberi seluruh informasi mengenai hakikat penyakit, kekuatan dan kelemahan klien, dan modifikasi-modifikasi yang mungkin diperlukan. C membutuhkan jadwal kerja yang diperpendek untuk memberikan cukup waktu bagi latihan terapi, dan aktivitas-aktivitas yang mengurangi stress lainnya.

Wanita di Angkatan Kerja
Gaji yang relatif bagi pria dan wanita adalah topik yang sering diperdebatkan yang, kadang-kadang, terkadang tampak sulit. Ini bukan masalah yang sulit. Jelas sekali, wanita didiskriminasikan di tempat kerja. Hal ini paling tampak ketika wanita bekerja di pekerjaan yang relatif sama dengan pria dan berpenghasilan lebih rendah. Meskipun begitu, ketika tipe pekerjaan dipegang pria dan wanita pada pekerjaan sekarang dinilai, alasan lain menjadi bukti mengapa gaji wanita lebih rendah dari pria. Pekerjaan-pekerjaan jasa, seperti pekerja pembantu rumah tangga dan pekerja layanan protektif, secara tradisional merupakan pekerjaan-pekerjaan bergaji rendah. Rata-rata 18 persen perempuan dan 0.5 pekerja pria bereda dalam pekerjaan jasa. Delapan belas setengah persen pria berada dalam pekerjaan yang membutuhkan ketepatan, produksi, kerajinan dan perbaikan dibandingkan dengan kurang dari 2 persen wanita. Pekerjaan-pekerjaan ini adalah pekerjaan bergaji tinggi dalam angkatan kerja. Hampir dua kali lipat lebih banyak wanita yang berada di bidang sales dibandingkan pria (38.8 lawan 19.6), kategori pekerjaan lainnya yang bergaji rendah. Terlebih lagi, pria hampir empat kali lipat lebih banyak bekerja dalam dukungan administratif dalam kategori yang lebih luas sales teknis dan dukungan administratif, yang mungkin termasuk sektor kelompok bergaji terendah (Biro Sensus, 2005). Wanita lebih banyak memilih dan memasuki pekerjaan-pekerjaan bergaji rendah.
Pendidikan lebih baik bagi wanita sering digembor-gemborkan sebagai solusi masalah tetapi statistik Survey Populasi Saat ini (2004) mengindikasikan bahwa pendidikan yang lebih baik tidak menjadi solusi masalah. Ketika perbandingan gaji pria dan wanita dibuat berdasarkan pencapaian pendidikan, pria mendapat gaji lebih banyak dari wanita hampir pada seluruh level pendidikan. Sebagai contoh, pria lulusan kuliah mendapat gaji $1,089 perbulan, sedangkan lulusan wanita mendapat $809. Benar sekali bahwa lebih banyak wanita mendapat gelar daripada pria, tetapi hanya seperempat pekerjaan di dunia kerja membutuhkan lulusan kampus. Wanita menghabiskan lebih sedikit waktu di lapanangan pekerjaan, mungkin untuk kewajiban melahirkan anak (Melamed, 1995, 1996). Wanita harus memilih pekerjaan-pekerjaan yang berbeda dan menghabiskan lebih banyak waktu dalam pekerjaan-pekerjaan tersebut jika mereka menutup jarak gender dalam pendapatan. Sebagai tambahan, wanita harus menjadi advokat pribadi dan konselor karir harus menjadi advokat bagi mereka.
Konseling Karir untuk Wanita
Gysbers, Heppner, dan Johnston (2003) menyarankan bahwa langkah pertama dalam membantu wanita membuat pilihan karir adalah memastikan apakah pilihan mereka sebelumnya dibuat sebagai hasil bersosialisasi. Ide ottfredson (2002) mengenai proses proses pembatasan kekuasaan bisa menjadi salah satu titik awal. Apakah klien sudah bersosialisasi dengan pekerjaan sesuai jenis kelamin sedemikian rupa yang telah mengarahkan pada penutupan pilihan-pilihan yang sehat? Efektivitas diri adalah masalah lain yang harus dijelajahi, meskipun mungkin sekali bahwa pilihan-pilihan terbatas dan rendahnya efektivitas diri merupakan topik yang berkaitan. Meskipun begitu, pertanyaan yang harus dijawab adalah apakah rendahnya efektifitas diri pada bidang seperti matematika, pengoperAsian perlengkapan, penggunaan, alat-alat listrik, dan bidang-bidang lainnya membatasi pilihan (Lent, Brown, & Hacket, 2002).
Ide-ide konseling karir untuk wanita juga dapat ditarik dari perkembangan identitas feminis. Downing dan Rush (1985) menyarankan bahwa wanita melalui beberapa tahap perkembangan, dimulai dari penerimaan pasif mengenai diskriminasi jenis kelamin di masyarakat, diikuti oleh kesadaran bahwa diskriminasi jenis kelamin itu tidak benar. Langkah ketiga ditandai dengan dikotomi pemikiran dan mungkin penolakan pria. Downing dan Rush menandai fase ini emansipasi yang mengakar. Pada fase keempat, sintesis, wanita mulai menilai pria sebagai individu, sebagai kebalikan daripada kelompok yang menindas, dan pada tahap akhir wanita berkomitmen untuk mengambil kontrol takdir mereka dan mengambil peran dalam mengenalkan keadilan sosial untuk semua. Para wanita pada tiga tahap pertama urutan pengembangan ini mungkin akan memilih karena untuk alasan yang keliru sebagaimana berikut:
Tahap 1 Saya hanya memiliki sedikit kontrol jadi saya akan ikut tradisi
Tahap 2 Diskriminasi jenis tidak benar dan saya marah, tapi apa yang bisa saya lakukan
Tahap 3 Saya akan menolak tempat kerja yang didominasi pria karena diskriminasi jenis kelamin sudah keluar batas

Para konselor karir harus bekerja untuk menggerakkan klien ke tahap 4 dan 5, yaitu, sampai titik dimana wanita tidak hanya memandang diri mereka kuat tetapi mereka juga percaya bahwa mereka bisa membuat perubahan dalam kehidupan mereka dan kehidupan orang lain.
Para konselor karir juga harus menyiapkan wanita terhadap diskriminasi di tempat kerja dan membuat mereka peduli layanan-layanan yang diberikan oleh Komisi Kesempatan Kerja yang Sama (EEOC) pada peristiwa dimana mereka memiliki keluhan mengenai orang yang mempekerjakan mereka. EEOC meneripa pengaduan diskriminasi, menyelidiki pengaduan tersebut, dan melakukan tindakan resmi jika penyelidikan mereka mendukung dugaan-dugaan tersebut. Pada tahun 2005, tercatat 12,679 mengenai diskriminasi jenis kelamin (EEOC, 2005). Akhirnya para konselor karir harus membuat wanita peduli terhadap hak-hak mereka dan melawan kekerasan seksual di tempat kerja. Secara teknis, kekerasan seksual terjadi ketika seorang anggota atau anggota salah satu jenis kelamin menciptakan lingkungan yang tidak bersahabat yang membatasi berfungsinya seorang anggota lawan jenis. EEOC juga menyelidiki pengaduan kekerasan seksual.

Pekerja yang Dipecat
Gelombang pemecatan kerja pertama dimulai setelah perang sipil dengan tingginya mekanisasi pertanian. Para buruh tani dipaksa pindah ke kota-kota untuk mencari pekerjaan. Teknologi juga memiliki pengaruh yang besar dalam menambang dan membangun mesin dan komputer untuk mengganti pekerja. Pabrik tekstil menjadi lebih termekanisasi tetapi para pemilik pabrik memindahkan pabrik mereka dari New England ke arah utara untuk mencari buruh yang lebih murah. Berjita-juta pekerjadipecat sebagai hasil inovasi teknologi dan pergerakan bisnis di Amerika Serikat.
Perubahan yang digambarkan diatas memiliki pengaruh yang sangat besar pada para pekerja, sebagaimana perubahan-perubahan baru-baru ini. Selama 40 tahun terakhir atau lebih, ekonomi Amerika Serikat telah menjalani perubahan struktural dari pabrik ke ekonomi berbasis jasa. Karena sejumlah pekerjaan pabrik diambil alih tehnologi dan dikirim ke “Negara seberang dengan ongkos pekerja lebih rendah dan pembatasan lingkungan lebih sedikit, para pekerja dipecat. Perubahan struktural seperti yang terjadi pada pertanian dan pertambangan serta gerakan memindah pekerjaan pabrik di negera seberang, membuat pekerjaan selamanya hilang. Para pekerja di bisnis dan industri tersebut yang rugi sebagai akibat perubahan struktur dipaksa untuk mencari pekerjaan pada bisnis dan industri lainnya, terkadang di wilayah geografis lain.
Saat ini, biasa kita baca pemberhentian secara masal oleh perusahaan seperti IBM, United Airlines, Boeing, Ford Motor Company, dan lainnya. Selama periode tahun 2001-2003 5.3 juta pekerja dipecat (BLS, 2004a). Brown dan Siegel (2005) mempelajari dua tipe pemberhentian untuk lebih memahami apa yang terjadi pada pemberhentian masal ini. Salah satu memberhentian masal terjadi ketika pekerjaan dipindah dari satu perusahaan ke perusahaan lain, hal ini lebih dikenal dengan outsourcing. Tipe lain terjadi ketika pekerjaan dipindah dari Amerika Serikat ke negara lain, baik ke perusahaan lain maupun dalam perusahan yang sama. Hal ini menunjukkan pada offshoring. Selama periode tahun 1995-2004, para peneliti ini mengidentifikasi 17,000 pemberhentian yang melibatkan 50 pekerja atau lebih dan berpengaruh terhadap total 1,8 juta pekerja. Sekitar dua pertiga kejadian ini terjadi di pabrik. Pada tahun 2004, sekitar satu dari empat pemecatan melibatkan pemindahkan pekerjaan ke luar negeri, paling sering ke Cina atau Meksiko.
Peneliatian Brown dan Siegel (2005) menggambarkan pengaruh ekonomi global dan permasalahan yang dihadapi para pekerja Amerika Serikat. Perubahan lain, seperti adaptasi model bisnis, kebangkrutan, dan merger, tetap memecat para pekerja pada berbagai rentang waktu. Beberapa dari para pekerja yang dipecat akan ditawari layanan konseling kerja untuk membantu mereka mencari kerja, tetapi kebanyakan tidak. Agensi-agensi umum atau privat akan mengambil alih kesempatan ini.

Konseling Karir bagi Para Pekerja yang Dipecat
Proses pemberian konseling karir bagi pekerja yang dipecat hanya berbeda sedikit dengan model-model yang telah dibahas, dengan tiga pengecualian. Orang yang kehilangan pekerjaan mungkin akan mengalami depresi dan kehilangan percaya dirikarena kehilangan pekerjaan. Orang yang telah kehilangan pekerjaan, dan faktor-faktor ekonomi mungkin akan mendikte kebutuhan untuk segera mendapat pekerjaan atau beberapa tipe bantuan ekonomi. Pada kasus terakhir, cukup dengan mendapat pekerjaan yang akan memberikan makanan dan tempat tinggal menjadi pertimbangan utama. Ketika depresi dan kehilangan percaya diri merupakan masalahanya, mereka mungkin harus dikenali lebih dahulu sebelum terlibat dengan klien dalam pengambilan keputusan aktif. Akhirnya, karena sering terjadi ketidaksesuaian antara keahlian-keahlian yang dibutuhkan oleh pekerjaan yang ada dan mereka yang sangat membutuhkan pekerjaan, mengetahui pendidikan dan program-program pelatihan yang sesuai yang mempersiapkan pekerja yang dipecat untuk pekerjaan terkadang merupakan prioritaas utama.

Orang yang Miskin Secara Ekonomi
Fritzgerald dan Betz (1994) mengutarakan pertanyaan profokatif: “apakah pengembangan karir adalah hal yang penting dalam kehidupan mayoritas populasi?” (hal. 104). Mereka mencatat bahwa, bagi banyak orang, termasuk pengangguran, para pekerja ketakutan yang telah menyerah untuk mencari pekerjaan, dan para pekerja pinggiran yang terombang-ambing di sudut kemiskinan, pekerjaan bukanlah inti hidup mereka secara psikologis. Meskipun begitu, kebanyakan orang menyadari bahwa pekerjaan yang berarti adalah sebuah jalan keluar dari keadaan mereka saat ini, dan hal ini menjadi kewajiban spesialis pengembangan karir untuk menemukan jalan memfasilitasi pelarian ini dan untuk membuat pengembangan karir menjadi berarti bagi mereka.
Istilah kemiskinan bisa diartikan sangat luas. Menurut arti kamus, kemiskinan memasukkan setiap orang yang berada pada kondisi ekonomi dan sosial yang tidak baik. Tentu saja, banyak anggota kelompok minoritas, beberapa wanita, orang miskin, dropout, dan beberapa bagian yang luas dari populasi berada dalam situasi ini. Hal ini juga bisa diterapkan dengan sah pada arti terbatas atau sempit sebagaimana Miles (1984) menggunakannya kemiskinan ekonomi, sebagai padanan istilah economically deprived or poor. Secara khusus, keadaan-keadaan kedua bagian kelompo terkadang berada dalam kategori ini: mereka yang memiliki keterbatasan pendidikan (baik kuantitas maupun kualitas) dan mereka yang terperangkap dalam dislokasi geografis (terkadang pengangguran daerah miskin atau pinggiran yang pindah di suatu tempat untuk mencari sesuatu yang lebih baik). Miles (1984) menyatakan bahwa terdapat tiga kelompok yang menjadi bagian kemiskinan ekonomi:

Kemiskinan Kronis: yaitu orang-orang yang lahir dalam kemiskinan dan dibesarkan dalam keluarga dengan sumber daya yang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dasar.
Penganggurana atau kemiskinan baru: beberapa pengangguran dapat menjembatani periode tertentu ketika menganggur dengan menggunakan tabungan dan sumber daya lain yang tersedia. Mungkin cukup adil untuk mengira bahwa pengangguran, cepat atau lambat, menempatkan setiap korbannya kedalam kelompok miskin. Pengangguran struktural berada dalam bahaya paling besar karena mereka tidak lagi memiliki pekerjaan dimana mereka bisa kembali pada akhirnya. Pengangguran musiman dapat pula tersakiti jika resesi ekonomi lebih lama dari sumber daya mereka yang ada.
Tenaga kerja yang setengah menganggur : Miles menyebut pekerja ini miskin karena mereka terutama memiliki pekerjaan pinggiran bergaji rendah yang hanya membutuhkan sedikit keahlian. Gaji mereka tidak cukup memenuhi standar kemiskinan. Salah satu hasil penutupan pabrik dan eksport pabrik cenderung akan meningkatkan kategori ini dengan cepat karena para pekerja ahli yang menganggur secara struktural berada pada pekerjaan yang tidak membutuhkan keahlian. Miles menyatakan bahwa rata-rata seperenam populasi bekerja mendapat gaji yang hampir tidak mengeluarkannya dari garis kemiskinan; karenanya kelompok ini selalu berada di garis jatuh ke kelompok kemiskinan (hal 386-389).

Beberapa masalah yang paling banyak dihadapi oleh orang miskin dalam perencanaan karir mungkin adalah kekurangan keahlian pendidikan dasar, penyesuaian kejuruan yang gagal pada tahap masuk karir paling awal, ketidakmampuan untuk mendapat pelatihan kejuruan, tingkat penghasilan rendah, ketidakpantasan antara konsep diri dan pekerjaan tingkat rendah yang dilakukan sebelumnya, dan periode-periode pengangguran. Karena kondisi-kondisi ini, orang-orang miskin sering membutuhkan program pengembangan karir yang mengenali baik tujuan jangka pendek maupun jangka panjang. Konselor harus melibatkan klien dalam perencanaan jangka pendek yang dibarengi dengan imbalan dan penguatan untuk membantu klien mencapai satu titik dimana tujuan jangka panjang dan perencanaan tampaknya bisa dilakukan. Banyak permasalahan yang berkenaan dengan karir orang dengan kemiskinan ekonomi dapat dihadapkan dengan keempat program berikut ini:
1. Akses ke pendidikan dewasa dasar
2. Konseling personal dan/atau karir
3. Informasi dunia kerja
4. Akses ke pelatihan dan penempatan kejuruan yang sesuai
Tabel 5.1
Median Penghasilan Mingguan Berdasarkan Pendidikan yang Diperoleh
Di bawah sekolah menengah atas
Lulus SMA, tidak kuliah
Lulus SMA, sempat kuliah
Tingkat Associate
Tingkat Sarjana Muda
Tingkat Master
Tingkat profesional
Tingkat doktor $ 368
$ 536
$ 617
$ 657
$ 876
$ 1,026
$ 1, 287
$ 1,345

Orang-orang dengan latar belakang pendidikan terbatas hampir secara otomatis dipindahkan ke kesempatan kerja yang paling pinggir (lihat tabel 5.1). pelatihan baca, matematika dasar, dan kecakapan bahasa adalah keahlian penting minimal bagi hampir setiap pekerjaan di masyarakat kita. Program-program pendidikan orang dewasa berada di hampir seluruh wilayah metropolitan; meskipun begitu, para individu yang mungkin tidak mampu untuk berperan dalam layanan ini karena lemahnya transportasi dan tidak terbiasa dengan sistem transportasi lokal, lemahnya penjagaan anak, masalah jadwal waktu, dan lain sebagainya. Bisa dikatakan bahwa sampai keahlian pendidikan dasar terpenuhi, individu memiliki sangat sedikit sekali yang bisa ditawarkan para pemberi pekerjaan yang prospektif. Penghasilan median berdasarkan pencapaian pendidikan (BLS, 2002a) dapat dilihat di tabel 5.1.

Konseling Karir bagi Orang yang Miskin Secara Ekonomi
Orang-orang miskin mungkin membutuhkan konseling personal sebelum konseling karir selain untuk mengklarifikasi konsep diri juga untuk memahami keadaan mereka. Beberapa penulis menekankan pengaruh buruk yang dimiliki orang yang kehilangan terhadap perasaan bahwharga diri. Orang yang sangat miskin cenderung memikul perasaan yang lebih berat dari ketidak berhargaan diri. Apa yang dinamakan impian orang Amerika menyarankan bahwa kesuksesan seseorang di kehidupan adalah hasil dari kerja keras- semakin keras orang bekerja, semakin orang tersebut mendapat imbalan materi. Akibatnya, hasil yang paling sering terjadi pada mereka yang tidak memiliki pekerjaan atau hanya memiliki pekerjaan pinggiran adalah perasaan besalah dan gagal. Marshall (1993); Shifron, Dye, dan Shifron (1983); dan Havercamp dan Moore (1993) menggambarkan cara untuk membantu klien yang berhubungan dengan perasaan dan nilai yang mungkin mengganggu kehidupan sehari-hari dan terkadang berada di luar kontrol individu.
Informasi yang realistik dan praktis mengenai dunia kerja dapat digunakan untuk membantu orang miskin melihat kesempatan-kesempatan potensial untuk memecahkan apaa yang sering dipandang sebagai kekacauan putus asa. Interview dengan para pekerja, contoh-contoh pekerjaan, kunjungan pabrik, dan situasi kerja sintesis bisa membantu orang untuk memahami kerja, menghubungkan pekerjaan tersebut ke diri mereka, melihat tujuan yang bisa dicapai, dan mungkin meraih model panutan yang dapat digunakan.
Akses ke pelatihan keahlian nyata penting bagi semua pekerjaan kecuali pekerjaan-pekerjaan level keahlian paling rendah. Sebuah masalahnya adalah bahwa banyak siswa –siswa yang miskin keluar dari sekolah sebelum mereka mencapai tingkat kelas dimana keahlian-keahlian kejuruan diajarkan. Situasi ini membatasi akses mereka ke pelatihan keahlian, ke layanan-layanan Administrasi Program Pelatihan Pekerjaan (JTPA), atau ke usaha serupa yang disediakan pada level lokal. Dibandingkan dengan jumlah orang yang sangat membutuhkan persiapan, posisi pelatihan yang tersedia jauh lebih sedikit. Miles (1984) menyarankan bahwa konselor menjadi agen perubahan dan membantu klien dalam mengubah sistim untuk mengatasi kekurangan ini.
Salah satu catatan yang membanggakan berasal dari survey Kantor Akuntasnsi Umum Amerika Serikat (GAO, 1995). Para peneliti menemukan bahwa prosentase siswa yang miskin secara ekonomi yang mendaftar di kursus-kursus pendidikan kejuruan di perguruan tinggi setempat dan sekolah-sekolah kejuruan tehnik telah sedikit meningkat dari periode tahun 1990-1991 sampai 1993-1994. Pada tahun ajaran 1993-1994, kelompok siswa ini terdiri dari 29 persen (lawan 28 persen pada periode tahun 1990-1991) menurut GAO. Yang sedikit positif adalah temuan bahwa prosentase siswa yang terdaftar di kursus-kursus pendidikan kejuruan dengan kecakapan berbahasa inggris yang terbatas telah menurun pada periode yang sama. Keterbatasan kecakapan berbahasa inggris dapat membatasi pilihan karir dan gaji yang memadai.

Budaya dan Etnis Minoritas
Jika terdapat keraguan untuk semakin pentingnya mempersiapkan konseling karir bagi klien minoritas, sorotan Biro Statistik Pekerjaan (BLS, 2005 terbaru seharusnya menenangkan mereka. Pada tahun 2012, pekerja Afrika-Amerika dan Hispanik diperkirakan akan mencapai 26 persen angkatan kerja, dan Asia Amerika, Amerika Asli, dan kelompok pekerja lainnya dengan pertambahan populasi pekerjaan 6.2 persen dengan Asia Amerika memiliki proporsi yang lebih besar pada kelompok terakhir ini.
Kebanyakan bab 4 membahas isu konseling multikultural dan pembahasan tersebut tidak akan diulang lagi disini. Hal yang akan dicoba adalah untuk menyorot kebutuhan khusus berbagai kelompok. Meskipun begitu sebagaimana dijelaskan dalam bab ini, mengenal baik stereotipe anda dan penyimpangannya akan membantu mengembangkan dasar praktik anda. Juga penting untuk mengenal keunikan pandangan-pandangan kelompok terbanyak tetapi tidak membuat kesalahan dengan mengira seorang klien dari kelompok tertentu memiliki pandangan dan nilai kelompok terbanyak.
Spesialis pengembangan karir juga harus banyak mengetahui tentang sejarah, agama, kebiasan, dan tradisi kelompok budaya klien mereka. Informasi ini, bersama dengan pengetahuan mengenai nilai-nilai khusus berbagai kelompok minoritas, bisa berperan sebagai titik awal dalam mendesain dan memberikan layanan pengembangan karir. meskipun begitu, seandainya kelompok budaya klien dipahami dengan baik, spesialis pengembangan karir yang sensitif terhadap budaya harus menyadari bahwa nilai-nilai sangat banyak macamnya dalam setiap kelompok budaya dan mereka harus berhati-hati menimbang budaya “internal” klien sebagai kebalikan dari budaya eksternalnya, karakteristik-karakteristik demografi (Ho, 1995). Untuk pembahasan lebih dalam mengenai masalah yang timbul ketika memberikan layanan pengembangan karir terhadap kaum minoritas, buku editan Leong (1995), Career Development and Vocational Behaviour of Ethnic Minorities, harus dibaca. Meskipun begitu, beberapa kebutuhan khusus kelompok etnis terbanyak paling tampak akan dibahas kemudian.

Orang-Orang Amerika Afrika
Sampai saat ini, orang Amerika Afrika adalah kelompok minoritas terbesar di negara ini. Saat ini jumlah mereka dan jumlah kaum Hispanik di Amerika kira-kira sama, sebuah fakta yang terefleksikan pada pendahuluan bagian ini. Kebanyakan orang Amerika Afrika bisa melacak sejarah mereka sampai perbudakan di selatan, meskipun beberapa Amerika Afrika berimigrasi ke negara ini dari Afrika beberapa tahun belakangan.
Menurut sejarah, orang-orang Amerika Afrika dirugikan di tempat kerja karena diskriminasi dan kesempatan-kesempatan pendidikan yang terbatas. Akibat dari hal ini adalah gaji lebih rendah, tingginya tingkat pengangguran, dan ketidakstabilan keluarga yang sedang tumbuh karena ketidakpastian ekonomi. Beberapa langkah telah diambil di bidang pendidikan pada tahun-tahun belakangan ini, yang tercermin dalam statistik yang mengindikasikan bahwa tingkat kompetisi sekolah menengah atas Amerika Afrika kira-kira sama dengan orang kulit putih Amerika Eropa (Brown, 1998). Meskipun begitu, pemisahan pekerjaan Amerika Afrika pada pekerjaan bergajji rendah dan sedikit imbalan tetap tinggi (Hotchkiss & Borow, 1996).

Orang-Orang Amerika Hispanik
Casas dan Arbona (1992) dan Arbona (1995) menggambarkan masalah-masalah yang berhubungan dengan karir menghadapi orang Hispanik. Banyak diantara masalah-masalah ini ada hubungannya dengan pembaruan imigrasi, terbatasnya kecakapan berbahasa inggris, latar belakang sekolah di bawah standar, kejutan budaya dan pengasingan, dan adaptasi dengan budaya baru. Arbona (1995) juga menyarankan bahwa kaum Hispanik yang berasal dari Afrika mungkin menjadi sasaran diskriminasi yang lebih besar karena warna kulit mereka. Savickas (1991) mencatat bahwa pengembangan karir membutuhkan orientasi ke depan. Orang Hispanik mungkin lebih terorientasi pada masa sekarang daripada masa depan. Mereka juga mungkin sedikit condong untuk memecahkan masalah-masalah pengembangan karir karena mereka terorientasi secara aktif, yang mungkin mengarahkan mereka untuk menerima keadaan saat ini (Sue & Sue, 2000). Akhirnya, banyak orang Hispanik memegang nilai-nilai sosial turunan, yang berarti mereka cenderung condong untuk menempatkan keinginankelompok daripada keinginan mereka sendiri, dengan satu akibat bahwa anggota-anggota keluarga dan orang tua baptis mungkin harus diikutkan dalam proses perencanaan karir pemuda Hispanik.
Orang-orang Hispanik secara ras berbeda dan mungkin pada faktanya keturunan dari nenek moyang Eropa, Afrika, atau Asia, secara berturut-turut terdiri dari keturunan orang-orang KaukAsia, Negro, dan Mongol. Mereka juga berasal dari latar belakang geografis yang berbeda (Casas & Arbona, 1992). Sub kelompok besar dalam kelompok ini memasukkan mereka yang berasal dari orang Meksiko, Puerto Rika, Amerika Tengah dan Selatan dan Kuba. Jauhnya perbedaan juga terletak dalam dan antar sub kelompok Hispanik dalam faktor yang bisa dinamakan demografik, sosiohistoris, sosiopolitik, sosioekonomi, dan sosio psikologis. Beberapa sub kelompok, meskipun telah dibubarkan di seluruh negara, memiliki konsentrasi tinggi di wilayah-wilayah tertentu. Sebagai contoh, orang Amerika Meksiko banyak sekali di Southest; banyak orang Amerika kuba ditemukan di selatan Florida dan dekat kota New York; dan banyak orang Amerika tengah ditemukan di kota New York, Los Angeles, dan San Francisco

Orang-Orang Amerika Asia
Fukuyama (1992) membahas orang-orang Amerika Asia dan pengembangan karir. Etnis minoritas ini memasukkan banyak sekali negara asal, termasuk India Asia, pakistan, Thailand, China, Jepang, Filipina, Vietnam, Laos, Kamboja, Hmong, Hawai, Samoa, Guam, Korea, dan lainnya. Jelas sekali, perbedaan budaya dalam dan antar sub kelompok negara ini sangat banyak.
Banyak orang Amerika Asia memiliki nilai-nilai yang sangat berbeda dengan orang kulit putih Amerika Eropa. Orientasi waktu mereka cenderung ke masa depan sudah lewat dibandingkan orientasi yang ada pada kelompok etnis lainnya. Beberapa anggota (contoh orang Amerika China) memiliki nilai-nilai turunan, artinya mereka menempatkan keinginan kelompok diatas keinginan individu. Pada kasus lainnya, orang Amerika Asia berpegang pada apa yang dinamakan nilai-nilai sosial lineal dan memperbolehkan orang yang lebih tua atau orang tua untuk membuat keputusan karir utuk mereka. Skenario yang sering terjadi di kantor konseling adalah konflik antara para siswa yang mulai mengadopsi nilai-nilai sosial individualisme dan oarng tua yang tetap berpegang nilai-nilai sosial lineal.
Mau (2004) melaporkan hasil dua penelitian yang menilai kesulitan-kesulitan mengambil keputusan karir siswa sekolah menengah atas dan mahasiswa dari berbagai latar belakang etnis dan ras. Mahasiswa Amerika Asia dilaporkan sering bermasalah mengambil keputusan dibandingkan siswa Hispanik dan kulit putih. Demikian juga, siswa Sekolah Menengah Atas Amerika Asia dilaporkan memiliki lebih banyak masalah dalam pengambilan keputusan dibandingkan siswa Amerika Afrika, kulit putih atau Hispanik dalam berbagai variabel dependen yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan. Mau menyarankan bahwa perbedaan yang diketemukan di penelitian mungkin diakibatkan oleh perbedaan hubungan sosial (independen lawan tambahan) dan nilai-nilai kelompok yang terlibat. Hipotesa Mau bahwa siswa Hispanik pada penelitian mungkin lebih terakulturasi daripada penelitian siswa Amerika Asia dan karena kesamaan mereka dengan siswa kulit putih dan Afrika Amerika. Penelitian lain oleh Ma dan Yeh (2005) menemukan bahwa pemuda Amerika Cina yang lahir di Amerika Serikat cenderung mengalami konflik intergenerasi, dan pada gilirannya hal ini, meningkatkan kebimbangan dalam proses pengambilan keputusan pekerjaan. Mereka menyarankan bahwa hal ini mungkin akibat dari asimilasi dan, meskipun tidak disarankan para penulis tersebut, adopsi gaya pengambilan keputusan independen. Diharapkan, para siswa dalam penelitian tersebut yang lebih terhubung dekat dengan orang tua mereka memiliki status pekerjaan lebih tinggi. Temuan-temuan pada kedua penelitian tersebut sangat mendukung model konseling karir multikultural yang digambarkan di bab 4.

Orang-Orang Amerika Asli
Orang-orang Amerika Asli mungkin kelompok yang paling berbeda dari seluruh kelompok budaya di Amerika Serikat. Saat ini telah ditemukan terdapat lebih dari 450 suku di negara ini (Casas & Arbona, 1992). Stereotipe orang-orang Amerika Asli yang tersusun dalam literatur adalah bahwa mereka tidak campur tangan dalam proses pengembangan karir anggota kelompok suku lain, tetapi individu bergaul untuk menghormati nilai-nilai, tradisi, dan harapan suku mereka. Meskipun begitu, literatur penelitian (Carter, 1991) mengindikasikan bahwa beberapa suku memiliki nilai-nilai yang serupa dengan nilai-nilai orang Amerika Eropa, yang mengusulkan bahwa mereka mungkin memiliki harapan-harapan individu yang berbeda (yaitu mungkin menerima tindakan individu) dibandingkan suku-suku tersebut yang menganut nilai-nilai turunan. Karena kemungkinan membuat kesan yang salah mengenai struktur nilai orang Amerika Asli, spesialis pengembangan karir harus berhati-hati menilai keyakinan mereka secara akurat.
Meskipun beberapa orang Amerika Asli mungkin memilih untuk tidak ambil bagian dalam angkatan kerja atau meminimalkan usaha mereka karena mereka berharap dianggap berasal dari norma-norma suku mereka, masalah lain yang mungkin menjari rintangan yang serius pengembangan karir mereka. Kemiskinan, pola sejarah diskriminasi, isolasi geografis, kurangnya informasi pekerjaan, dan relokasi geografis yang menyebabkan meninggalnya keluarga dan dukungan suku adalah masalah utama keberhasilan partisipasi di angkatan kerja. demikian juga siklus orientasi waktu yang fokus pada kejadian-kejadian alam sebagai lawan dari waktu yang diatur secara mekanis. Sebagaimana telah dicatat, Savickas (1991) menyarankan bahwa individu yang berhasil dalam karir mereka memandang dan mengantisipasi masa depan. Mungkin yang lebih penting, partisipasi di tempat kerja membutuhkan ketepatan dan mengindahkan masalah ketepatan waktu. Orientasi yang tidak mengakui penggunaan jam dan kalender untuk memonitor waktu mungkin akan menjadi masalah serius bagi para pekerja Amerika Asli. Jadi mungkin kebiasaan suku yang mendikte bahwa dukun atau sesepuh suku menjadwalkan liburan keagamaan dan upacara-upacara lain yang tidak dapat diperkirakan secara spontan, sehingga mengganggu jadwal para pekerja.

Orang-orang Gay, Lesbian dan Biseksual
Pada bab 4 telah disebutkan bahwa orientasi seksual adalah salah satu dari beberapa faktor yang bisa mempengaruhi proses pengembangan karir. karena proses pengembangan dan terdapatnya ancaman diskriminasi dimana-mana, orang selain orang yang berorientasi heteroseksual memiliki berbagai kebutuhan khusus. Salah satu dari kebutuhna ini mungkin adalah bagaimana mengatasi rintangan-rintangan yang digariskan oleh arus utama masyarakat dalam jalan karir orang yang tidak memiliki orientasi heteroseksual. Menghadapi diskriminasi bisa menyebabkan percaya diri lebih rendah dan perasaan tidak aman (Elliot, 1993). Orang Gay, Lesbian, dan biseksual mungkin juga mengalami penolakan dari keluarga mereka, isolasi di tempat kerja, isolasi dari komunitas heteroselsual, penolakan oleh komunitas beragama, dan sebagainya (Fassinger, 1995; Pope, 1995; Prince, 1995).
Meskipun banyak kelompok mengalami berbagai macam diskriminasi, mereka terkadang didukung oleh tersedianya peraturan yang melindungi hak sipil mereka. Pengaruh legalitas ini pada khususnya tidak ada pada individu-individu gay, Lesbian dan Biseksual. Fassinger mengamati bahwa orang Lesbian mungkin akan mengalami diskriminasi baik karena mereka homoseksual dan karena mereka wanita, yang mungkin akan memberikan konsekuensi-konsekuensi emosi yang serius. Terlebih lagi, wanita lesbian kulit berwarna mungkin akan mengalami “kemalangan tiga kali lipat” diskriminasi – jenis kelamin, ras, dan orientasi seksual. Pada akhirnya, pengambilan keputusan mungkin akan lebih sulit bagi orang gay, lesbian dan biseksual karena pola minat nontradisi (Chung & Harmon, 1994) dan karena stereotipe yang diberikan arus utama masyarakat terhadap pekerjaan yang mereka pilih. Beberapa orang mungkin akan menghindari pekerjaan yang dipilih orang gay, lesbian, dan biseksual karena stereotipe ini.

Konseling Terhadap Klien Gay, Lesbian, Biseksual dan Transgender Chung (2003) mereview literatur yang berhubungan dengan konseling terhadap klien gay, lesbian dan transgender (GLBT) dan menyimpulkan bahwa orang biseksual dan transgender hampir dikesampingkan dalam literatur penelitian dan bahwa orang lesbian tidak terwakili. Pope dan koleganya (2004) mendapat kesimpulan serupa. Meskipun begitu, mereka tetap merekomendasikan bahwa konselor karir yang bekerja dengan klien GLBT memulai dengan sedikit pencarian jiwa mengenai keyakinan, stereotipe, dan anggapan mereka mengenai orang yang memiliki orientasi seksual berbeda dari heteroseksualiltas. Hal ini harus disandigkan dengan kenyataan sebagai GLBT. Para konselor yang tidak menyetujui kelompok ini memiliki kewajiban etika untuk memberikan rekomendasi. Pope dan koleganya juga menyarankan bahwa para konselor harus memahami perkembangan identitas orang dalam kelompok ini. Mereka menegaskan bahwa “pengungkapan” adalah proses dua cabang, yang pertama adalah menerima seksualitas orang itu sendiri dan kedua mengungkapkannya pada orang lain. Mereka memandang proses mungkin sebagai proses paling penting dalam pengembangan identitas seksual bagi klien GLBT. Masalah lain yang harus dihadapai klien GLBT adalah diskriminasi dan menjadi terbiasa dengan masalah penilaian yang unik bagi klien GLBT. Akhirnya, para penulis ini menyarankan bahwa para konselor karir butuh untuk menjadi advokat bagi klien GLBT mereka dalam kebijakan bisnis nondiskriminasi dalam komunitas mereka.

RINGKASAN MASALAH-MASALAH BUDAYA
Karena meningkatnya perbedaan di masyarakt kita, para konselor karir dan profesi lain yang terlibat dalam penyediaan layanan pengembangan karir semakin terlibat dalam memberikan layanan pada orang di berbagai kelompok ini. Untungnya, peningkatan perhatian telah diberikan untuk mempersiapkan konselor dengan klien berbeda budaya. Karayyani (1987) malaporkan pengaruh tekanan modernisasi terhadap permasalahan populasi yang berpikiran tradisional. Artikel-artikel yang dibuat oleh Ross (1984) dan Webb (1983) memfokuskan pada faktor budaya secara luas, seperti perkembangan kedewasaan pada berbagai budaya yang berbeda dan kepedulian terhadap perbedaan-perbedaan lintas budaya. Di dalam literatur konseling anda bisa menemukan berbagai artikel yang membahas masalah-masalah umum yang diakibatkan oleh pengaruh keetnisan dan latar belakang budaya yang berbeda pada hubungan konseling dan banyak artikel mengenai persiapan konselor menghadapi tantangan-tantanga ini. Artikel-artikel khusus yang fokus pada faktor-faktor budaya adalah artikel yang ditulis Ahia (1984); Cheatman (1990); Giles (1990); Gim, Atkinson, dan Kim (1991); Heinrich, Corbine, dan Thomas (1990); Lee (1984); Leong dan Hayes (1990); Sue dan Sue (2000); adan Sundal-Hansen (1985). Artikel-artikel yang menekankan persiapan konselor bekerja dengan klien yang berbeda budaya memasukkan artikel-artikel yang ditulis Arrendondo-Dpwd dan Gonsalves (1980), Rosser-Hogan (1990), dan Sue dan koleganya (1982).
Kita harus menganggap bahwa klien yang berbeda budaya memiliki semua masalah yang dihadapi klien-klien lainnya, masalah-masalah yang mungkin ditingkatkan oleh perbedaan budaya. Sue dan Sue (2000) menyarankan kerangka kerja yang bisa membantu konselor mengatur pendekatan mereka ke hubungan konseling, berdasarkan pada konsep dua dimensi dengan tempat layanan kontrol sebagai poros horisontal dan tempat tanggungjawab sebagai poros vertikal. Namun, keempat kuadran mewakili kombinasi-kombinasi berbeda dari kontrol internal-eksternal dan tanggung jawab internal-eksternal. Sue dan Sue percaya bahwa kuadran kontrol internal/tanggungjawab internal mewakili pandangan orang Amerika pada khususnya: Penguatan perilaku terutama hasil dari perilaku kita sendiri dan kesuksesan atau kegagalan terutama hasil dari keahlian dan kecukupan kita sendiri. Pandangan ini juga merupakan dasar bagi sebagian besar filsafat konseling. Meskipun begitu banyak klien yang berbeda budaya akan mengklasifikasikan diri mereka sendiri di salah satu kuadran orang lain karena tradisi dan nilai-nilai. Memahami perbedaan ini, terutama faktor-aktor nilai, dan menyesuaikan pendekatan yang sesuai mungkin rahasia keberhasilan konseling dengan klien-klien ini.
Sebagai tambahan faktor-faktor tersebut yang dapat dicap sebagai perbedaan-perbedaan kultural—seperti petingnya kelompok keluarga pada orang Hispanik, penghormatan terhadap orang yang lebih tua dan otoritas pada orang Asia— banyak masalah-masalah lain yang dihadapi oleh kelompok-kelompok ini. Salah satunya adalah bahasa dan komunikasi (lihat bab 4). Bahkan mahasiswa asing yang terdidik dengan baik terkadang mungkin tidak dapat memahami gaya bahasa dan logat orang Amerika. Terlebih lagi, komunikasi nonverbal sangat jauh berbeda; sebagai contoh, kontak mata dengan orang yang lebih tua yang dihormati (mungkin konselor); kontak tubuh seperti berjabat tangan; atau penggunaan kata negatif mungkin dianggap kasar atau sangat sulit. Kesulitan kedua timbul dari ketidakbiasaan dengan sistem—tidak mengetahui bagaimana hal-hal tertentu kita percaya. Sue dan Sue (2000) merekomendasikan bahwa konselor lintas budaya mempertahankan sikap terbuka yang memungkinkan mereka waspada dengan budaya yang mereka warisi, nilai-nilai dan penyimpangan-penyimpangannya, mengetahui perbedaan yang ada antara konselor dan klien, dan sensitif terhadap kebutuhan klien.
PESERTA YANG TERTUNDA
Mantan Personel Militer
Pada tahun 2003, hampir 24 juta veteran berada di angakatan kerja. pada titik tersebut angka pengangguran mereka lebih rendah dari nonveteran (4.5 % lawan 5.9%). Selama periode tahun 2000 sampai 2003, 450,000 dipensiunkan dari militer, 13 persen diantaranya wanita, para veteran menghadapi masalah-masalah pergantian dan masalah dengan ketidakmampuan dalam hal yang berhubungan dengan jasa, sebagaimana sesesuaian keahlian yang mereka peroleh selama menjadi militer untuk angkatan kerja sipil (BLS, 2004c)
Individu-individu yang kembali ke kehidupan sipil setelah periode pengabdian militer dapat dibagi menjadi tiga kelompok: (1) mereka yang mengabdikan seluruh waktu mereka selama 20 sampai 30 tahun dan berhenti dari tugas militer dan mendapat pembayaran pensiun pensiun, (2) mereka yang menderita cacat yang mencegah mereka melanjutkan pengabdian militer mereka dan memperoleh pembayaran orang cacat, dan (3) mereka yang pergi setelah periode yang singkat (bahkan sebuah pendaftaran 3 sampai 6 tahun). Kelompok pertama dibahas pada sesi pembahasan utama berikutnya, Orang paruh baya yang berganti pekerjaan. Kelompok kedua, jika mereka berusaha untuk masuk pekerjaan sipil, berhak mendapat pembayaran rehabilitasi sebagaimana telah digambarkan sebelumnya. Oleh sebab itu perhatian kita saat ini terutama pada orang yang tertunda masuk ke angkatan kerja sipil karena periode pengabdian militer yang cukup panjang untuk dianggap sebagai peserta yang tertunda.
Sebagai tambahan alasan patriotisme yang biasa dikemukakan dan perencanaan karir jangka panjang, banyak pemuda menjadi sukarelawan pengabdian militer karena berbagai alasan yang berbeda. Mayoritas orang yang terdaftar sukarela mungkin baru lulus sekolah menengah atas. Beberapa diantara mereka, setelah mengetahui bahwa mereka tidak memiliki pendidikan atau rencana pekerjaan yang jelas, memutuskan untuk daftar agar memberikan mereka waktu untuk memutuskan apa yang ingin mereka lakukan. Beberapa, tidak mampu memperoleh pekerjaan sipil yang pantas baik karena faktor-faktor ekonomi atau lemahnya keahlian yang bisa dijual, daftar sebagai tindakan alternatif. Beberapa mungkin menjadi sukarelawan untuk menghindari masalah yang bertumpuk—situasi keluarga yang sulit, kondisi kehidupan yang tidak memuaskan, atau keinginan keanggotaan dan rasa memiliki. Beberapa mungkin sudah memiliki tujuan sipil jangka panjang yang jelas dan mungkin mendaftar untuk memperoleh pelatihan khusus yang bisa mereka gunakan dalam posisi sipil, atau menambah pembayaran pendidikan yang mengizinkan penyelesauan akhir di program kuliah sipil.
Banyak pekerjaan militer yang memiliki kesesuaian dengan imbangan sipil, dan para individu yang memperoleh keahlian-keahlian di pengabdian militer dapan mentransfer dengan lebih sedikit kesulitan dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya. Meskipun begitu, banyak pekerjaan-pekerjaan militer lainnya pemindahan keahlian kerja yang dipelajari tidak mungkin dipindah.
Personel pengabdian yang memilih untuk tidak mendaftar ulang atau tidak bisa melakukannya, dan yang memiliki penugasan militer yang memperoleh keahlian yang tidak bisa dipindah, sencerung membutuhkan konseling karir. sebagaimana para ibu rumah tngga yang terlantar, banyak anggora kelompok ini yang memandang diri mereka miskin karena meraka bersaing dengan anak muda untuk memperoleh pekerjaan, Dengan cara serupa, mereka mungkin memiliki gambaran samar mengenai nilai-nilai pekerjaan dan tujuan pekerjaan dan gagal untuk mengetahuinya, meskipun mereka kekurangan keahlian yang dapat dipindah tertentu mereka mungkin memiliki keahlian umum yang dinilai tinggi oleh ornag yang memberi pekerjaan. Lebih jauh lagi, sebagai akibat hidup di lingkungan yang sangat terstruktur dan sangat ketat, beberapa nmembutuhkan bantuan untuk memikul tanggung jawab mengambil keputusan
Konseling Karir untuk Mantan Personil Militer kapanpun konselor karir mengidentifikasi terdapat masalah yang melibatkan konsep diri, nilai-nilai, hubungan interpersonal, sikap terhadap pekerjaan dan masyarakat, dan sikap atau pandangan personal serupa, mereka harus membantu klien untuk fokus terlebih dahulu terhadap faktor-faktor ini sebelum melanjutkan ke pilihan karir. komplikasi tambahan terkadang dihadapi pada mantan personel militer karena mereka terkadang merasa mereka terburu-buru untuk untuk mengejar keompok usia mereka yang telah memiliki pekerjaan sipil ketika mereka masih dalam pengabdian, atau karena beberapa dari mereka gagal untuk menyadari tingkat perbedaan antara kehidupan di militer dan setting sipil. Terlebih lagi, mereka yang mendaftar karena ketidakpastian kejuruan atau berbagai macam masalah personal mungkin akan masih tetap menemukan kesulitan yang belum terpecahkan ketika mereka kembali ke kehidupan sipil.
Orang-orang tersebut yang menyelesaikan periode pengabdian militer biasanya melakukan kewajiban dengan dukungan finansial dari sumber-sumber militer pada beberapa bagian pelatihan pendidikan lanjutan – sebagai contoh, dukungan beasiswa untuk lanjutan ROTC pada level sarjana S1 atau upah tetap atau beasiswa untuk menyelesaikan program lulusan sekolah profesional. Sedikit dari orang-orang ini yang membutuhkan konseling karir karena persiapan yang diperoleh biasanya sangat mungkin dipindahkan. Mereka yang mengikuti program-program semacam ini biasanya melakukannya untuk mengantisipasi karir militer mereka atau berencana pindah ke aktivitas sipil setelah menyelesaikan periode pengabdian militer. Biasanya, seorang klien yang mengikuti jalan ini mungkin memutuskan bahwa bidang pilihan asal tidak sesuai atau tidak lagi diminati dan ingin pindah ke macam pekerjaan lain.
Banyak agensi-agensi pemerintah mempertahankan program-program khusus untuk membantu pantan personel militer. Para klien terkadang tidak peduli dengan bantuan yang tersedia bagi mereka melalui berbagai sumber daya komunitas. Diantara program yang paling dikenal adalah petugas pelayanan negari, agensi-agensi jaminan pekerjaan negeri, dan Departemen Urusan Veteran.

Mantan Narapidana
Pada tahun 1999, 4.5 juta mantan narapidana berada pada masa percobaan atau bebas bersyarat. Terlebih lagi rata-rata 47 orang di Amerika Serikat memiliki catatan kriminal (DOL/ETA, 2001). Mungkin pantas dikatakan bahwa kelompok ini berada pada resiko tertinggi, dan penelitian terhadap residivis menunjukkan bahwa jumlah mereka yang dipenjara lagi sangat besar.
Institusi hukuman federal dan negara bagian sangat bermacam-macam dalam filosofi dasar mengenai tujuan rehabilitasi dan penjagaan. Jarak macamnya mungkin lebih besar ketika seseorang menilai pelayanan pada salah satu dari kedua bidang ini. Banyak sipir penjara mengkonfirmasi bahwa pada institusi-institusi yang menekankan program rehabilitasi, perhatian utama tetap pada keamanan dan penjagaan. Seseorang harus menyimpulkan bahwa sangat sedikit sekali penghuni tahanan yang mendapat pelatihan pekerjaan yang signifikan ketika mereka dipenjara. Wendt (1980) menunjukkan bahwa program-program kejuruan di lembaga pemasyarakatan ditujukan pada penghuni tahanan dengan latar belakang pendidikan level rendah dan mengira bahwa tipe pekerjaan apapun, bahkan menyapu, mencukupi untuk membuat mantan narapidana pada jalan yang lurus dan sempit. Deming dan Guliver (1981) menggambarkan program yang patut dicontoh pada fasilitas lembaga permasyarakatan New York yan ditujukan untuk membantu narapidanan memulai dan menyelesaikan pelatihan level perkuliahan yang menyiapkan mereka untuk karir profesional. Jelas sekali terdapat kebutuhan dalam skala nasional untuk program-program persiapan mulai dari tingkat sekolah dasar sampai universitas yang dapat menggunakan periode tahanan untuk membantu narapidana memperoleh keahlian yang bisa dijual.
Konseling Karir untuk Mantan Narapidana kebanyakan mantan narapidana membutuhkan konseling personal ekstensif sebelum konseling karir yang efektif dimulai. Pada banyak kasus, faktor-faktor yang pada awalnya mengarahkan orang tersebut ke dalam kesulitan mungkin tetap ada. Halini sering tercampur dengan pengalaman penjara, menciptakan campuran permusuhan, kemarahan, dan mungkin frustasi yang bisa meledak.
Mantan narapidana mengahadapi tantangan dan kesulitan baru ketika bebas. Beberapa komunitas memberikan berbagai bentuk bantuan untuk masuk kehidupan kembali seperti rumah persinggahan atau layanan sosial yang terorganisir lainnya. Para pemberi pekerjaan yang prospektif atau institusi pendidikan sering bereaksi negatif pada individu karena melihat catatan sebelumnya. Petugas masa percobaan dan bebas bersyarat sering melebihi batas dan terkadang memberikan bantuan sepintas saja. Sumber daya yang tersedia untuk membantu pergantian yang sulit ini biasanya sedikit, seringkali dengan kualitas terbatas, dan jarang bisa mengatasi tekanan-tekanan yang melawan.
Banyak yang setuju bahwa mantan narapidana terkadang digambarkan sebagai orang paling merugi diantara seluruh kelompok yang mungkin memiliki cap dirugikan. Individu-indivudu dalam kelompok yang merugi terkadang mengahadapi rintangan seperti rendahnya kualifikasi kerja, konflik dengan orang lain, kesulitan legal dan/atau finansial, dan masalah emosi. Setiap masalah ini jika ada, harus ditangani dalam proses konseling sebelum konseling karir yang serius bisa berhasil. Beberapa masalah ini dapat mengendur dengan memfokuskan lebih dahulu untuk mendirikan serangkaian tujuan jangka pendek. Menemukan model panutan yang sesuai, dan membangun pengendalian diri dan tanggung jawab personal.
Orang Paruh Baya yang Berganti Pekerjaan
Pada bab 2 Super (1990) mengusulkan bahwa orang bergerak melalui siklus maksimum terdiri dari lima tahap: pertumbuhan, eksplorasi, pendirian, pemeliharaan, dan kemunduran. Dia juga menyarankan bahwa banyak orang melalui beberapa siklus minimum yang terdiri dari tahapan-tahapn ini ketika mereka berganti pekerjaan sepanjang hidup. Bejian dan Salamone (1995), berdasarkan penelitian Murphy dan Burck (1976), menyarankan bahwa terjadi enam tahap perkembangan selama periode usia 35-45, sebuah tahap yang mereka sebut pembaruan karir orang paruh baya. Pembaruan karir adalah tahap transisi dan ini adalah saat evaluasi kembali arah karirnya. Tugas-tugas perkembangan yang dilakukan selama masa pembaruan adalah (1) pertimbangan pilihan karir asli kembali, (2) menghadapi polaritas yang mungkin telah berkembang dalam kepribadian, dan (3) memodifikasi susunan kehidupan seseorang untuk menyesuaikannya dengan kesimpulan-kesimpulan yang diperoleh. Benjamin dan Salomone (1995) tetap memberikan dukungan terhadap keabsahan tahap pengembangan karir keenam baik bagi pria dan wanita. Perlu dicatat bahwa meskipun ide tahap pengembangan keenam merupahkan hal baru, tugas-tugas yang digambarkan Bejian dan Salamone sesuai dengan bagian tahap siklus minimal yang ditawarkan Super (1990). Meskipun begitu, sementara Murphy dan Burck menyarankan bahwa pembaruan terjadi dalam periode kehidupan tertentu (paruh baya, Super menyarankan bahwa perputaran ulang proses pilihan karir (siklus minimal( dapat terjadi beberapa kali sepanjang siklus kehifupan.
Ide tahap perkembangan karir keenam yang ditawarkan oleh Bejian dan Salomone, demikian juga ide Super (1990), tentu saja tampak memberikan penjelasan yang tidak jelas terhadap apa yang kita sebut perubahan karir orang paruh baya secara sukarela dalam bahasan kali ini. Meskipun begitu, sebagaimana telah ditulis, jumlah orang paruh baya yang belum pernah diperkirakan sebelumnya telah dipaksa untuk berganti pekerjaan karena perubahan struktural dalam bursa kerja, kompetisi dari bisnis luar, dan banyak faktor lain. Para pekerja ini, bersama dengan kelompok lain yang dibahas dalam bagian ini, adalah orang paruh baya yang terpaksa berganti pekerjaan yang sering terlibat dengan spesialis konseling pekerjaan dan konselor karir. sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, klien-klien ini mungkin membutuhkan tipe bantuan yang berbeda dari oran yang pindah kerja secara sukarela karena trauma yang berhubungan dengan kehilangan pekerjaan dan lemahnya perencanaan untuk berubah. Orang paruh baya yang berganti pekerjaan telah semakin menjadi subjek penelitian, terutama selama dekade yang telah lewat. Beberapa penulis meneliti pola penyebab dan kemunculannya, termasuk Schlossberg (1984). Artikel-artikel yang menjelaskan topik ini dengan jelas adalah Armstrong (1981), Brown (1984), Kanchier dan Unruh (1988) dan Perosa dan Perosa (1987). Stark dan Zytowski (1988) memberikan studi kasus singkat terhadap seorang klien konseling yang mencari pekerjaan yang memuaskan. Finnegan, Westerfeld, dan Elmore (1981) menggambarkan pendekatan workshop untuk membantu orang paruh baya yang berganti pekerjaan. Membantu seorang paruh baya menghadapi kehilangan pekerjaan dibahas oleh Davenport (1984), Mallinckrodt dan Fretz (1988), dan Schlossberg dan Leibowirtz (1980).

Orang yang Pindah Kerja Secara Sukalera
Keputusan sengaja untuk mengarahkan kembali tujuan karir seseorang dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor. Beberapa diantaranya menunjukkan peningkatan kedewasaan dan pemahaman diri, identifikasi nilai dan tujuan lebih jelas, kebutuhan yang berubah, atau mungkin terdapat kesempatan baru. Levinson dan koleganya (Levinson, Darrow, Klein, Levinson, &McKee, 1978) menemukan bahwa kebanyakan sampel mereka mengkaji ulang masa lalu selama awal umur empat puluhan dan mulai membuat rencana baru atau memperkuat rencana-rencana yang telah dikembangkan.
Salah satu aspek yang cenderung terjadi dalam periode pengkajian ulang adalah mencocokkan impian dan aspirasi sebelumnya dengan kenyataan saat ini dan potensinya untuk menilai kemungkinan mencapai tujuan-tujuan awal tersebut. Thomas (1979) menemukan bahwa kebanyakan sampelnya menyerahkan posisi yang berstatus tinggi untuk mengejar pekerjaan “yang lebih berarti.” Berkaitan erat dengan ini adalah pengenalan perubahan minat dan kebutuhan dalam diri: gairah muda untuk bepergian mungkin lebih sedikit setelah bertahun-tahun di jalan; kebutuhan untuk mempertahankan penghasilan tidak begitu menekan bila hipotek dibayar, anak-anak sudah mandiri, dan investasi mulai menghasilkan dividen.
Perubahan kondisi dalam pekerjaan seseorang juga mungkin mengarahkan pekerja untuk mempertimbangkan perubahan. Sebagai contoh, revisi tugas orang tersebut, perubahan manajemen perusahan, kegagalan untuk mendapatkan promosi yang diinginkan, relokasi tempat kerja, perubahan yang sudah diantisipasi dalam proses atau kualitas, dan faktor-faktor serupa yang bisa menghasilkan keinginan untuk berubah. Perasaan tidak puas bisa membuat pekerja mencari pekerjaan lain. Terkadang kesempatan-kesempatan baru tampak serupa bahkan jika pekerja merasa nyaman dengan posisi sekarang—contoh, ketika industri baru pindah ke kota atau kesempatan pendidikan baru tersedia yang kelihatan tertutup sebelumnya. Snyder, Howard, dan Hammer 91978) mengindikasikan bahwa perubahan pekerjaan terjadi ketika ketertarikan kesempatan baru plus harapan berhasil diterima melebihi tekanan yang ada pada posisi sekarang.
Faktor yang lebih jauh bisa dinamakan pilihan yang memungkinkan. Peningkatan dalam jumlah keluarga berpenghasilan dua, dengan rata-rata separuh istri di Amerika Serikat sekarang bekerja untuk mendapat gaji, menurunkan tekanan finansial yang sebelumnya menghalangi banyak pria untuk berpikir tipe perubahan pekerjaan apapun. Kehadiran penghasilan kedua memberikan ruang untuk mengambil resiko. Juga, pasangan yang menemukan kepuasan dan pemenuhan diri di pekerjaan akan mendorong pasangannya untuk mencari kompensasi serupa.
Kebanyakan konselor setuju bahwa individu yang termotivasi oleh faktor-faktor semacam ini kebanyakan berada pada posisi yang kuat dan cenderung membutuhkan bantuan terbatas, jika ada. Klarifikasi nilai, kebutuhan, dan tujuan personal mungkin akan membentu beberapa orang, terutama pekerja yang merasa tidak puas dan tidak fokus pada penyebab-penyebab ketidakpuasan. Beberapa orang mungkin menginginkan informasi mengenai persyaratan dan kesempatan kerja atau persiapan pendidikan yang dibutuhkan untuk memenuhi syarat pekerjaan tertentu. Sebagaian orang yang lainnya ingin informasi mengenai prosedur cari kerja atau bagaimana memulai sebuah bisnis.
Vaitness dan Wiener (1977) melaporkan beberapa kasus perubahan karir orang paruh baya yang mungkin sedikit kurang sehat dibandingkan situasi yang telah disebutkan sebelumnya. Mereka membandingkan orang yang pindah kerja dan orang yang tidak pindah kerja dalam dua kelompok umur- kelompok lebih mudah (median usia 29.4) dan kelompok lebih tua (median usia 43.0). mereka menemukan perbedaan signifikan antara orang yang berganti pekerjaan dan orang yang tidak berganti pekerjaan tetapi tidak menemukan perbedaan antar kelompok umur. Orang-orang yang berganti pekerjaan memiliki pola minat yang kurang stabil, masalah emosional lebih banyak, dan lebih besar takut gagal. Hasil ini menunjukkan bahwa beberap orang yang berganti pekerjaan melarikan diri karena kurangnya pemahaman terhadap diri, pola minat tidak konsisten, atau merasa bahwa mereka tidak bisa sukses dalam pekerjaan mereka. Ketika pola perilaku semacam ini ditemukan, konseling personal yang bertujuan untuk memperluas pemahaman terhadap diri harus dilakukan sebelum perhatian diberikan pada konseling karir (Bejian & Salamone, 1995)

Pekerja Tua
Siklus maksimum yang digambarkan dalam model perkembangan Super (1990) menunjukkan bahwa perlambatan terutama dimulai pada usia 60 tahun dengan terlepasnya ikatan dari pekerjaan esudah itu. Model Super juga menunjukkan bahwa usia 60 tahun mungkin merupakan batas pemisah antara pekerja tua dan pekerja yang lebih muda. Meskipun begitu, rata-rata pria usia 60 tahun memiliki harapan hidup lebih dari 17 tahun lagi dan wanita pada usia yang sama memiliki harapan hirup 25 tahun lagi. Mungkin yang paling penting, banyak dari orang usia 60 tahun berada pada puncak karir dan tidak menganggap diri mereka pekerja tua
Undang-Undang Pembedaan Usia di Pekerjaan ditetapkan tahun 1967 dan diamandemen tahun 1986 melarang diskriminasi terhadap pekerja yang berusia lebih dari 40 tahun, dan setiap orang yang berusia diatas 40 tahun keatas secara legal adalah seorang pekerja tua. Umur, sebagaimana kecantikan, sangat tergantung pendapat orang yang melihat. Untuk tujuan pembahasan ini, digunakan gagasan Super (1990) bahwa seseorang menjadi pekerja tua pada usia kira-kira 60 tahun. Stereotipe pekerja tua yang menghabiskan usia emasnya bermain golf, memancing, bepergian, dan mengasuh cucu sama salahnya dengan kebanyakan stereotipe lainnya. Menurut Biro Statistik Pekerja (BLS, 2001), lebih dari 3,8 juta pekerja diatas usia 65 tahun berada pada angakatan kerja. lebih dari 20 juta pekerja di angkatan pekerjaan berusia lebih dari 55 tahun, dan diperkirakan bertambah menjadi 31 juta pada tahun 2012 (BLS, 2004b)
Penting untuk mengingat bahwa para pekerja tua yang berada di angkatan kerja adalah pekerja yang kembali bekerja. Banyak dari mereka telah berhenti setidaknya sekali dan menemukan pengalaman itu tidak menyenangkan. Satu dari tiga pekerja yang berhenti bekerja kembali kerja dalam satu tahun (Brown, 1995). Meskipun median umur pensiun telah semakin menurun sampai usia 62 sejak tahun 1950 yang ketika itu 67 tahun, mungkin akan tetap bahwa semakin besar proporsi pekerja tua yang lebih tua dari umur ini tetap berada pada angkatan kerja di masa depan. Para pekerja tua lainnya mungkin akan mengambil keuntungan dari perubahan dalam undang-undang pajak dan Hukum Jaminan Sosial yang memungkinkan mereka memiliki pendapatan tidak terbatas setelah usia 65 tahun. Perubahan lain yang mungkin membuat pekerja tua tetap di angkatan kerja adalah bahwa di masa depan pembayaran jaminan sosial penuh hanya tersedia utuk orang berusia 67 tahun keatas. Penghilangan kewajiban pensiun pada seluruh kecuali sebagian kecil pekerjaan juga akan memberikan kontribusi pada orang untuk tetap berada di angkatan kerja diatas usia pensiun tradisional.
Meskipun begitu keputusan untuk tetap berada dalam angkatan pekerja bukan karena ekonomi semata. Kebanyakan pekerja tua tetap pada karir sama dengan yang dilakukan pekerja muda: kebutuhan finansial, keinginan untuk meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan orang di sekeliling mereka, berteman dengan pekerja lain, status sosial, keinginan untuk memberikan kontribusi pada masyarakat, menjaga rasa diri berguna, dan hanya ingin mengerjakan sesuatu. Penelitian yang dilakukan Soumerai dan Avorn menemukan bahwa orang yang sudah berhenti kerja dan terlibat dengan pekerjaan paruh waktu dilaporkan memiliki tingkat kebahagiaan lebih tinggi, kesehatan lebih baik, dan kepuasan menyeluruh yang lebih besar terhadap hidup mereka daripada kelompok kontrol yang tidak bekerja. Cahill dan Salamone (1987) menyarankan bahwa penelitian ini belum cukup untuk membuat hubungan antara kerja dan kepuasan hidup pekerja tua, tetapi penilaian berdasarkan hasil penelitian Soumerai dan Avorn dan fakta bahwa puluhan ribu pekerja tua kembali pada beberapa bentuk pekerjaan setelah pensiun, kita dapat menyimpulkan bahwa bagi banyak pekerja tua, terlibat pada beberapa bentuk pekerjaan penting bagi kesehatan mereka.
Bagian ini fokus pada proses memberikan bantuan pekerja tua berganti karir. buku-buku seperti Retirement Careers karya Marsh (1991) berusaha untuk membantu “pensiunan yang bekerja” mengkombinasikan pekerjaan dan kesenangan dengan mengenali karir-karir baru yang memiliki jadwal sleksibel. Buku ini, bersama buku-buku lainnya (contoh Brown, 1995), telah mengidentifikasi beberapa permasalahan yang berhubungan dengan merubah pekerjaan terakhir di kehidupan seseorang. Salah satu masalah yang dialami pekerja tua adalah diskriminasi usia (Cahill & Salamone, 1987). Asosiasi Pekerja Pensiunan Amerika (AARP) telah mensponsori dua penelitian yang menjelajahi tingkat diskriminasi usia di tempat kerja. pada penelitian pertanma Gallup Organization melakukan poling 1,300 pekerja berusia diatas 40 tahun. Enam persen dari responden mengalami diskriminasi usia langsung (ARPP, 1989). Pada penelitian kedua, Bendick, Jackson, dan Romero (1993) mengirimkan resume dua pekerja fiksi yang identik, seorang berusia 32 tahun dan seorang berusia 57 tahun pada sampel nasional acak 775 pabrik dan agensi pekerjaan. Mereka menyimpulkan bahwa pekerja tua dengan kualifikasi kerja identik mendapat tanggapan yang kurang menyenangkan rata-rata satu seperempat kali lipat dari rekan “lebih muda.” Para peneliti juga menyimpulkan bahwa strategi lamaran pekerjaan yang menekankan usia dan yang menekankan kualitas muda para pemohon lebih unggul daripada strategi yang menekankan pentingnya pengalaman dan kematangan dalam pekerjaan yang dicari pekerja tua.
Meskipun dua penelitian tidak memberikan bukti yang menyimpulkan bahwa terdapat diskriminasi usia, mereka mendukung kepercayaan lama bahwa para pemberi pekerjaan memberi tanggapan kurang positif terhadap pekerja tua. Pada tahun 1982, 11,397 pengaduan diajukan terhadap para pemberi pekerjaan karena diskriminasi usia. Pada tahun 2001 jumlah ini telah meningkat menjadi 17,405 (EEOC, 2001) mungkin karena semakin meningkatnya kepedulian bahwa diskriminasi usia di tempat kerja adalah tindakan ilegal.
Spesialis pengembangan karir harus mempersiapkan para bekerja berhadapan dengan mitos-mitos berikut ini (AARP, 1993; Brown, 1995):
1. Pekerja tua memiliki lebih banyak masalah kesehatan, mereka memiliki jumlah tidak masuk lebih tinggi.
2. Pekerja tua tidak fleksibel.
3. Pekerja tua kurang produktif dibandingkan pekerja lebih muda.
4. Pekerja tua cenderung tidak bahagia dengan pekerjaan karena mereka “lebih berkualifikasi.”
5. Pekerja tua akan tidak senang bekerja dibawah pengawas yang lebih muda.
6. Pekerja tua telah berkurang kekuatan dan kapasitas belajarnya.

Diantara keenam mitos ini, hanya satu yang berdasarkan fakta. Benar bahwa semakin tua pekerja, semakin besar kecenderungan terjadi masalah-masalah kesehatan umum. Karena alasan ini Brown (1995) menyarankan bahwa para pekerja yang berkeinginan pindah kerja (1) fokus pada meningkatkan penampilan mereka dengan cara mengurangi berat badan, (2) melakukan program latihan yang memasukkan latihan tubuh bagian bawah dan tubuh bagian atas, (3) memiliki ujian fisik dan membawa hasilnya ke wawancara kerja sebagai salah satu cara mendapat lebih dahulu masalah ini, dan (4) menggunakan pembayaran asuransi kesehatan dari tempat kerja sebelumnya untuk menutup biaya asuransi untuk pekerjaan baru jika memungkinkan. Para pekerja tua juga harus sadar bahwa, sebagai sebuah kelompok, mereka memiliki insiden paling rendah dari seluruh permasalahan mental kecuali depresi, dan biaya yang berkaitn dengan permasalahan kesehatan mental lebih rendah bagi mereka dibandingkan pekerja yang lebih muda. Akhirnya, para pekerja tua memiliki catatan kehadiaran yang lebih baik daripada pekerja yang lebih muda yang sering tidak masuk kerja karena memiliki tanggungan.
Mengenai kesalahpahaman yang telah didaftar diatas, hal internal;i tidak menguntungkan adalah bahwa banyak pekerja tua telah menjiwainya, pleh karena itu tugas pertama konselor karir adalah berusaha mungkin untuk membantu klien lebih tua mengenali dan menghilangkan beberapa keyakinan mereka terhadap diri mereka sendiri. Untuk menghadapi stereotipe pemikiran semacam ini, para pekerja tua butuh untuk mengetahui (AARP, 1993; Brown, 1995):
1. Ketika kita tua, karakter personal kita menjadi lebih mapan; meskipun begitu, jika fleksibel sewaktu masih muda, kita menjadi lebih fleksibel sebagai orang yang sudah tua. Intinya adalah bahwa karakter yang membuat kita pekerja muda yang bagus demikian juga pekerja muda yang lemah menjadi semakin menonjol ketika tua.
2. Para pekerja tua adalah seproduktif pekerja yang lebih muda, dan pada beberapa instansi mereka lebih produktif.
3. Menjadi terlalu berkualifikasi dalam pekerjaan mungkin sumber ketidakbahagiaan bagi para pekerja tua. Meskipun begitu, karena pekerja tua terkadang bekerja untuk mendukung pengahasilan yang sudah ada sepeerti Jaminan Sosial atau uang pensiun. Mereka mungkin lebih tertarik pada faktor-faktor seperti jadwal yang fleksibel daripada kualifikasi mereka untuk melakukan pekerjaan.
4. Karakteristik pengawas adalah faktor tambahan paling penting dalam hubungan pengawasan, bukan usia pengawas.
5. Terdapat bukti bahwa sel-sel otak rusak ketika kita tua. Meskipun begitu, kecuali jika para pekeerja yang lebih tua memiliki penyakit Alzheimer atau dementia, mereka belajar sebaik pekerja yang lebih muda, terutama karena kita telah mengembangkan strategi pembelajaran yang berhasil ketika tua.
6. Melemahnya kekuatan lebih disebabkan fungsi kurangnya latihan daripada usia, setidaknya sampai titik ini. Meskipun begitu, sebagian kecil pekerjaan di angaktan kerja kita membutuhkan kekuatan yang luar biasa, dan karenanya ada atau tidak adanya kekuatan pada khususnya bukan merupakan faktor pembatas.
7. Beberapa indra, yaitu penglihatan dan pendengaran, menurun seiring berjalannya usia. Alat-bantu membuat kerugian ini tidak begitu dianggap dalam seluruh performa pekerjaan kecuali sebagian kecil saja.

Proses berganti karir atau memasuki angkatan kerja kembali sedikit berbeda bagi pekerja tua daripada bagi pekerja yang lebih muda, dengan kemungkinan pengecualian bahwa pertimbangan peran hidup lain dalam seleksi kerja, terutama waktu luang, mungkin lebih penting (Brown, 1995). Sekali keputusan telah diambil, banyak para pekerja tua membutuhkan bantuan penting dengan pengembangan keahlian yang bisa digunakan untuk bekerja karena mereka mungkin telah tidak terlibat dalam perburuan pekerjaan selama bertahun-tahun. Sebagai contoh, pekerja tua mungkin telah mengembangkan keahlian dan fleksinbilitas personal yang diperlukan untuk memegang beberapa pekerjaan dan sebagai akibatnya mereka mungkin membutuhkan beberapa resume. Untungnya, pada era komputer personal ini, hal ini mudah dilakukan. Mereka juga butuh untuk mengembangkan keahlian wawancara yang bida membantu mereka menetralkan miskonsepsi megenai pekerja tua sebagaimana didaftar sebelumnya pada bagian ini. Asosiasi Pensiunan Amerika (Stern, 1993) telah cukup aktif memberikan bantuan pada pemburu kerja yang tua, baik dalam materi pengembangan maupun di sponsorship workshop bagi pengembangan skill yang bisa dibuat bekerja. Buku-buku, seperti buku yang ditulis Scwharz (1993) Successful recareeringdan Brown (1995) How to Choose a Job upon Retirement; dan materi-materi yang dikembangkan oleh AARP (1992), seperti Returning to the Job Market: A Woman’s Guide to Employment Planning bisa menjadi sumber informsi berharga bagi pemburu kerja yang lebih tua.

RINGKASAN
Fokus bab ini terhadap beberapa kelompok yang pola pengembangan karir biasa tidak bisa diterapkan. Pertimbangan telah diberikan pada individu yang berbeda, sebagaimana bagaimana pemberi bantuan pengembangan karir membantu mereka.
Para klien dengan keterbatasan fisik dan lainnya menemukan bahwa beberapa pekerjaan tidak bisa diakses karena pekeerjaan tersebut membutuhkan tindakan fisik yang tidak bisa mereka lakukan, layanan rehabilitasi kejuruan dapat membantu orang untuk mempersiapkan aktivitas-aktivitas yang tidak membutuhkan tindakan fisik tertentu. Klien yang miskin secara ekonomi bisa memperoleh pelatihan atau layanan-layanan lainnya sebagai mengganti kerugian pembatasan yang mereka alami.
Individu-individu yang memiliki latar belakang kultural berbeda membutuhkan konselor yang bisa memahami dan menjembatani perbedaan budaya, dan yang bisa membantu individu dalam mengenali dan memahami iklim budaya tempat kerja,
Beberapa individu memasuki tempat kerja pada suatu waktu kehidupan daripada anggotaserupa dalam kelompok usia mereka. Contoh-contoh memasukkan wanita yang mengabdikan tahun pertama setelah pendidikan untuk mengatur rumah tangga dan membesarkan anak, individu yang menghabiskan beberapa waktu di tugas-tugas militer sebelum pindah ke kehidupan sipil, dan individu yang di lepaskan dari tempat hukuman. Semua harus dibantu untuk memahami dunia kerja yang ada ketika mereka memasukinya. Mereka biasanya juga membutuhkan berhadapam dengan perbedaan usia antara mereka dan pekerja lain yang masuk.
Pekerja-pekerja lain menghadapi perubahan pekerjaan besar pada periode usia paruh baya. Mereka yang memulai perubahan seperti ini dengan sukarela membutuhkan bantuan terutama pada proses transisi. Mereka yang diharuskan untuk bergantu pekerjaan mungkin membutuhkan bantuan menghadapi faktor-faktor yang berhubugnan dengan proses perubahan: kesedihan setelah kehilangan pekerjaan; penyesuaian ulang terhadap kerja baru, situasi yang tidak diinginkan; dan belajar bagaiaman mencari dan mendapatkan posisi baru.
Kelompok terakhir yang dipikirkan dalam bab ini adalah mereka yang mendekati atau telah memperoleh usia berhenti yang umum, tetapi yang berkeinginan atau dipaksa untuk tetap bekerja. Mereka mungkin membutuhkan bantuan dalam mengembangkan rencana-rencana realistis yang sesuai dnegan kondisi fisik, emosi, dan ekonomi mereka.
Setiap orang yang mencari bantuan pengembangan karir bisa dilayanani dengan baik jika perhatian difokuskan pada interaksi antara karakteristik personal dan lingkungan dimana orang tersebut berada secara keseluruhan.

1 Response to "konseling karir"

Tinggalkan komentar


  • Tidak ada